Museum Tamansiswa
Museum sebagai tempat penyimpanan benda-benda dan tulisan-tulisan
bersejarah mempunyai nilai kultural yang tinggi dan menyimpan fakta sejarah
yang mempunyai arti penting bagi generasi selanjutnya. Dengan melihat museum
maka akan terbayang semua peristiwa masa lalu yang terekam di dalamnya.
Nilai-nilai kultural dan semangat perjuangan tersebut diharapkan dapat
menyentuh jiwa pengunjungnya sehingga tergerak untuk melestarikannya.
Ide Ki Hadar Dewantara mendirikan museum Dewantara Kirti Griya
bukan bertujuan untuk mengkultuskan diri, tetapi dimaksudkan agar melalui
museum generasi muda akan dapat mempelajari, memahami dan kemudian mewujudkan
nilai-nilai yang terkandung dalam tata kehidupan berbangsa dan bernegara
Sesuai dengan derap kemajuan alam dan jaman, maka Museum Dewantara
Kirti Griya juga berusaha meningkatkan diri dalam berbagai aspek antara lain:
Peningkatan dibidang fisik, tata pameran, koleksi benda bersejarah dan
manuskrip-manuskrip yang tinggi nilainya. Walau peningkatan dilakukan seirama
perkembangan alam dan jaman, tetapi Museum Dewantara Kirti Griya berusaha untuk
tetap menjaga sifat dan ciri khas yang ada padanya sebagai suatu memorial.
Untuk dapat dimanfaatkan sepanjang jaman koleksi-koleksi perlu
perawatan dan pelestarian agar tidak mengalami kerusakan, kehilangan, ataupun
adanya gangguan-gangguan penyebab rusaknya koleksi, pada museum ini terdapat
berbagai jenis dan macam benda-benda bersejarah yang memerlukan cara
perawatannya sendiri-sendiri.
Museum Dewantara Kirti Griya terletak dikomplek Pendopo Tamansiswa
dalam tata letak ruangan terdapat beberapa bagian ialah ruang museum, ruang
perpustakaan museum dan arsip serta dokumen-dokumen yang mengiringi perjuangan
Ki Hadjar Dewantara di masa lalu. Seperti telah disampaikan diatas bahwa meseum
ini adalah museum khusus memorial tentang perjalanan dan perjuangan Ki Hadjar
Dewantara, diresmikan pertama kali dan di peruntukan untuk umum adalah pada
Hari Pendidikan Nasional tanggal 2 Mei 1970 oleh Nyi Hadjar Dewantara .
I.
Visi dan
Misi, dan tujuan Museum
Visi :Melestarikan nilai-nilai perjuangan dan ajaran hidup Ki
Hadjar Dewantara dan
Tamansiswa dalam memperjuangkan pendidikan dan kebudayaan yang bewawasan
kebangsaan.
Misi :Mengembangkan dan menginformasikan koleksi benda sejarah
peninggalan Ki Hadjar Dewantara dan
Tamansiswa untuk kepentingan studi, penelitian, dan rekreasi kepada masyarakat.
II.
Tujuan
1.
Mengajak
generasi muda untuk mempelajari, memahami dan kemudian mampu mewujudkan
nilai-nilai yang terkandung dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
2.
Melestarikan,
mengamankan dan membudayakan nilai-nilai luhur konsep-konsep dan ajaran Ki
Hadjar Dewantara serta menjadikan bangsa yang berbudi pekerti luhur, berbudaya
dan bermartabat
3.
Sebagai pusat
layanan bagi masyarakat luas dalam keperluan
penelitian, pendidikan, kebudayaan, politik dan lain sebagainya.
III.
Sejarah
singkat Museum
Museum Dewantara Kirti Griya berlokasi di komplek perguruan
Tamansiswa yang menempati bekas rumah Ki Hadjar Dewantara sekeluarga, di Jalan Tamansiswa
31 Yogyakarta, (dulu Gevangenis Laan Wirogunan).
Bangunan rumah yang berdiri
di atas tanah seluas 5.594 m² tersebut dibeli atas nama Ki Hadjar Dewantara, Ki
Sudarminto, Ki Supratolo dari Mas Adjeng Ramsinah pada tanggal 14 Agustus 1935.
Konon bangunan rumah tersebut didirikan pada tahun 1925 dengan gaya klasik
Hindia Belanda/kolonial. Bangunan tercatat dalam buku register Kraton
Ngayogyakarta tertanggal 26 Mei 1926, dengan nomor Angka 1383/1.H. Pada tanggal
18 Desember 1951, pembelian tersebut dihibahkan kepada Yayasan Persatuan
Perguruan Tamansiswa.
Tanggal 3 November 1957, bertepatan dengan kawin emas Ki Hadjar
Dewantara, beliau menerima persembahan bakti dari para alumni dan pecinta
Tamansiswa berupa rumah tinggal yang diberi nama Padepokan Ki Hadjar Dewantara,
berlokasi di Jl. Kusumanegara 157 Yogyakarta. Tahun 1958, pada kesempatan rapat
pamong Tamansiswa, Ki Hadjar mengajukan permintaan kepada sidang agar rumah
bekas tempat tinggalnya yang berada di komplek perguruan Tamansiswa Jl. Tamansiswa
31 dijadikan museum. Permintaan tersebut ditanggapi dengan baik dan
dilaksanakan setelah beliau wafat. Ki Hadjar Dewantara wafat pada tanggal 26
April 1959. Mulai tahun 1960, Tamansiswa berusaha untuk mewujudkan gagasan
almarhum Ki Hadjar Dewantara.
Pada suatu kesempatan Drs. Moh. Amir Sutaarga yang bertugas di
Museum Nasional Jakarta, dan beliau adalah keluarga dekat Tamansiswa, bersedia
datang ke Yogyakarta untuk memberikan pengetahuan dasar tentang permuseuman
kepada Kepala museum Sonobudoyo, Kepala museum TNI AD, dan calon petugas museum
Tamansiswa, yang dilaksanakan di Museum Perjuangan Yogyakarta. Pada tahun 1963
dibentuklah panitia pendiri Museum Tamansiswa yang terdiri dari: 1. Keluarga Ki
Hadjar Dewantara. 2. Majelis Luhur Persatuan Tamansiswa. 3. Sejarawan. 4.
Keluarga Besar Tamansiswa.
Sampai pertengahan tahun 1969, rancangan adanya museum belum juga
terwujud, walaupun sudah dinyatakan sebagai Dewantara Memorial. Pada tanggal 11
Oktober 1969 Ki Nayono menerima surat dari Nyi Hadjar Dewantara (pribadi).
Dengan adanya surat tersebut, Ki Nayono tergugah untuk segera meminta perhatian
kepada Majelis Luhur agar bekas tempat tinggal Ki Hadjar yang sudah dinyatakan
sebagai Dewantara Memorial segera dijadikan museum, dengan persiapan yang
begitu panjang kemudian dilakukan pengumpulan benda-benda dan naskah,
arsip-arsip surat dokumen segera dipersiapan penataan untuk dijadikan sebuah
museum memorial, dengan tidak banyak
merubah posisi-posisi asli dari benda, ruang dan isinya bahwa kondisi
yang ada hingga sekarang museum menggambarkan situasi dan kondisi rumah tinggal
keluarga ki Hadjar Dewantara.
Pada tanggal 2 Mei 1970, bertepatan dengan hari Pendidikan
Nasional, museum diresmikan dan dibuka untuk umum oleh Nyi Hadjar Dewantara
sebagai pemimpin umum Tamansiswa. Museum diberi nama Dewantara Kirti Griya,
nama tersebut pemberian dari bapak Hadiwidjono seorang ahli bahasa Jawa. Adapun
arti dari nama sebutan museum adalah
berikut : Dewantara, diambil dari nama Ki Hadjar Dewantara, Kirti,
artinya pekerjaan (bhs. Sansekerta) dan Griya, berarti rumah. Dengan demikian
arti lengkapnya adalah Rumah yang berisi hasil kerja Ki Hadjar Dewantara.
Peresmian museum ditandai dengan candrasengkala “Miyat Ngaluhur Trusing Budi”
yang menunjukkan angka tahun 1902 (Çaka )
atau tanggal 2 Mei 1970 Masehi.
Makna yang terkandung dalam sengkalan tersebut sama dengan makna dan tujuan
memorial yakni, dengan melalui museum diharapkan para pengunjung khususnya generasi muda akan dapat
mempelajari, memahami dan kemudian dapat mewujudkan nilai-nilai yang terkandung
didalamnya, kedalam tata kehidupan berbangsa dan bernegara.
Di museum ini pula awal lahirnya Badan Musyawarah Museum
(Barahmus) DIY tahun 1971, yang dipimpin Mayor Supandi (alm.) sebagai ketua I
dan selanjutnya Barahmus DIY beralamat di Jl. Tamansiswa 31 hingga 2 Mei 2007,
kemudian pindah ke museum Benteng Vredeburg Yogyakarta.
IV.
Koleksi
museum.
Koleksi museum adalah semua jenis benda bukti material sejarah
hasil budaya Ki Hadjar Dewantara mempunyai nilai bagi pembinaan dan pengembangan sejarah, ilmu pengetahuan,
teknologi, serta kebudayaan. Koleksi
Museum Dewantara Kirti Griya terdiri dari:
Tata Pamer koleksi yang dimiliki dikelompokan sesuai dengan
situasi rumah keluarga Ki Hadjar Dewantara sehingga tata pameran ada di
berbagai bagian ruang-ruang/ serambi
1.
Bangunan.
a.
rumah bekas
tempat tinggal Ki Hadjar Dewantara sekeluarga, terdiri dari ruang tamu depan,
ruang tidur khusus ki Hajar Dewantara, Ruang tidur keluarga, ruang kerja Ki
Hadjar Dewantara, ruang berbentuk panjang untuk kunjungan para tamu, dll.
b.
pendapa Agung
Tamansiswa sebagai Monumen Persatuan Tamansiswa menghadap ke barat. Terdiri
dari ruang kuncung karena berada didepan
dengan bentuk atap kecil tinggi dibagian depan bertuliskan Pendopo Tamansiswa,
ruang pokok ada di tengah dan luas,
ruang-ruang sayap berada di kiri dan kanan pendopo, kemudian menyambung ruang
sayap belakang digunakan untuk menyimpan peralatan kesenian berupa seperangkat
gamelan yang digunakan untuk mengiringi melatih tari para siswa oleh para pamong
Tamansiswa
c.
Lokasi Museum dan Pendopo Tamansiswa berada dalam
satu lokasi/ komplek: di Jalan
Tamansiswa nomor 31 Yogyakarta
2.
Koleksi Asli
a.
arsip
surat-surat, dokumen, naskah,
b.
pakaian :
pakaian kerja, pakaian penjara, pakaian saat jadi guru
c.
perabotan : Meja
kursi kerja. meja kursi tamu, almari pakaian, almari buku, kursi goyang, piano
yang biasa digunakan disaat senggang untuk berlatih bersama putra-putrinya
d.
perlengkapan
kerja: Telepon, buku, pulpen, kaca mata, tinta, tas kerja , mesin ketik
e.
film dokumenter
: saat mengajar, saat didepan pendopo agung, tarian anak dll.
f.
panji
Tamansiswa: Berbentuk perisai ukuran p:l=2:3, berisi lambang Tamansiswa, Suci
Tata Ngesti Tunggal ( tahun 1922) warna dasar hijau
g.
lambang
Tamansiswa : bentuk Garuda cakra bertuliskan Persatuan Perguruan Tamansiswa
Berpusat di Yogyakarta
3.
Koleksi lainya.
a.
foto-foto
kenangan pada peristiwa-peristiwa penting ki Hadjar Dewantara pada waktu
perjuangan hingga wafatnya
b.
lukisan karya
Ki Sindukiswara dan lukisan bernuansa Bali
c.
benda
barang-barang pecah belah / peralatan makan dan minum keluarga
4.
Perpustakaan.
a.
Keberadaan
Perpustakaan merupakan sarana pendukung Museum, karena berisi buku-buku bacaan
koleksi Ki Hadjar Dewantara dan berbagai buku kenangan yang berasal dari
sahabat-sahabat .
b.
surat kabar
dan majalah, Ki Hadjar Dewantara dahulu adalah juga sebagai wartawan terkenal
mempunyai kesenangan menulis, karya tulisan-tulisanya banyak dimuat di
surat-surat kabar dan majalah. Alah satu tulisannya yang terkenal adalah
karangan dalam bahasa belanda dengan judul “Ik was an Nelerland “ bila di
terjemahkan adalah “ Bila aku seorang Belanda” tulisan ini mengungkapkan tentang hasutan, sindiran,
makian ejekan, keprihatinan yang ditujukan untuk koloni/ antek-antek Belanda, karena isinya yang sangat menusuk
perasaan orang Belanda pada saat itu, akibatnya Ki Hadjar di panggil dan di
tangkap.
c.
buku-buku
tentang Ketamansiswaan yang berisi konsep-konsep pemikiran karya Ki Hadjar Dewantara dalam bidang
pendidikan, sastra budaya, politik, berbangsa dan bernegara.